Memahami Generasi Z: Tantangan, Perilaku, dan Peluang - Berita - Badan Pusat Statistik Kabupaten Gorontalo

Konsultasi statistik dapat dilakukan dengan berkunjung langsung ke Pelayanan Statistik Terpadu BPS Kabupaten Gorontalo (08.00-15.30 WITA) atau melalui layanan online whatsapp (0811-431-7502), email: bps7502@bps.go.id

Memahami Generasi Z: Tantangan, Perilaku, dan Peluang

Memahami Generasi Z: Tantangan, Perilaku, dan Peluang

5 Februari 2025 | Kegiatan Statistik Lainnya


Penulis: Meilia Qurrota A’yun, Statistisi Ahli Pertama BPS Kabupaten Gorontalo

Tulisan ini telah dimuat dalam media cetak Gorontalo Post pada 21 Oktober 2024


Generasi Z (Gen Z) di Indonesia merupakan kelompok demografis terbesar saat ini, dengan jumlah mencapai 27,94 persen dari total populasi atau sekitar 74,93 juta jiwa. Menurut McKinsey Health Institute, Gen Z adalah konsumen media paling dominan di abad ini, menciptakan minat besar terhadap topik seputar generasi ini. Namun, narasi yang kerap muncul dalam media sering kali kurang akurat, menggambarkan mereka sebagai generasi yang sangat terikat dengan dunia digital (chronically online), kesulitan dalam interaksi langsung, manja, atau terlalu sensitif.Nyatanya, realitas yang dihadapi oleh Gen Z jauh lebih kompleks. Mereka adalah generasi yang lahir di tengah keterbukaan informasi yang masif, menghadapi tantangan ekonomi, ketidaksetaraan sosial, dan kesehatan mental, namun juga memiliki peluang besar untuk mendorong perubahan positif di Indonesia.


Definisi dan Karakteristik Gen Z

Setiap Generasi diberi nama dan ciri khas berdasarkan peristiwa sosial yang mempengaruhi mereka. Misalnya, The Lost Generation (1883–1900) dinamai berdasarkan trauma Perang Dunia I, sementara The Greatest Generation dikenal karena semangat heroik pasca-Perang Dunia II. Generasi Milenial (Gen Y) tumbuh pada pergantian milenium, dan Generasi Z mendapat namanya secara alfabetis setelah Y.

Generasi Z, yang lahir antara 1997 hingga 2012, tumbuh di tengah era digital dan akses informasi tanpa batas. Berbeda dengan generasi sebelumnya, keterbukaan informasi memberi mereka wawasan luas, tetapi juga beban mental yang besar. Keterpaparan terhadap berita, media sosial, dan perkembangan teknologi membentuk karakter mereka, baik dalam cara bersosialisasi, belajar, maupun bekerja. Banyak orang memandang bahwa "dunia digital" adalah pelarian bagi Gen Z, namun bagi mereka, "digital world is the real world." Kehidupan mereka sepenuhnya terhubung dengan teknologi, menjadikan media sosial dan internet bagian integral dari keseharian mereka.


Tantangan Multidimensi Gen Z

Gen Z juga hidup di era penuh instabilitas mulai dari perang, kerusuhan, krisis politik, hingga pandemi COVID-19, yang mengganggu sistem pendidikan dan menyebabkan krisis ekonomi. Hasil survei McKinsey Health Institute di Amerika menunjukkan adanya kecemasan besar Gen Z terkait peluang ekonomi yang semakin sulit, terutama karena sistem student loan yang menjerat lulusan dengan utang besar. Bahkan, terdapat 58 persen Gen Z merasa kebutuhan dasar sosial mereka tidak terpenuhi, lebih tinggi dari generasi sebelumnya.

Ketidaksetaraan sosial menjadi isu utama lainnya yang dihadapi oleh Gen Z. Dilaporkan pula pada Indonesia Gen Z Report 2024, bahwa 60 persen dari mereka merasa kesenjangan sosial dan ekonomi berdampak signifikan pada kehidupan mereka. Sebagian besar Gen Z tumbuh dalam keluarga dengan latar belakang sosial ekonomi rendah, sehingga mereka sulit mengakses pendidikan berkualitas dan peluang kerja yang layak. Meskipun demikian, generasi ini masih memiliki ambisi besar untuk meningkatkan taraf hidup mereka, seperti yang tercermin dari minat besar terhadap pendidikan lanjutan (82 persen dari Gen Z berencana melanjutkan pendidikan mereka).

Secara ekonomi, Gen Z Indonesia berada dalam situasi yang menantang. Berdasarkan data Badan Pusat Statistik (BPS) kondisi Februari 2024, rata-rata upah/gaji bersih untuk buruh/karyawan/pegawai dalam sebulan pada Gen Z berusia 15–19 tahun hanya sekitar 1,68 juta rupiah per bulan, sementara yang berusia 20–24 tahun memperoleh sekitar 2,28 juta rupiah per bulan. Keterbatasan finansial ini mempersulit mereka untuk mengakses pendidikan tinggi, membeli properti, atau menabung untuk masa depan. Dalam upaya mengatasi tekanan hidup, banyak dari mereka mencari pelarian melalui perjalanan singkat atau konsep "healing", yang mencerminkan keinginan mereka untuk melepaskan diri sejenak dari rutinitas.

Generasi Z juga menghadapi tantangan kesehatan mental. Survei dari McKinsey Health Institute menunjukkan bahwa mereka lebih sadar tentang isu ini dibandingkan generasi sebelumnya. Ketidakpastian masa depan, sulitnya menemukan pekerjaan yang stabil, dan ekspektasi sosial di media sosial membuat banyak Gen Z merasa cemas dan depresi. Menurut laporan Indonesia National Adolescent Mental Health Survey (I-NAMHS) 2022, sekitar 1 dari 20 remaja berusia 10-17 tahun didiagnosis mengalami gangguan mental dalam 12 bulan terakhir. Meskipun kesadaran tentang kesehatan mental meningkat, akses ke layanan kesehatan mental profesional di Indonesia masih terbatas, terutama di daerah pedesaan.

Selain itu, tantangan kesehatan mental muncul sebagai dampak dari tingginya keterlibatan digital yang menyebabkan Gen Z merasa tertekan oleh ekspektasi sosial di dunia maya. Berdasarkan Indonesia Gen Z Report 2024 oleh IDN Media, terdapat 51 persen dari Gen Z menyatakan bahwa kesehatan mental menjadi salah satu kekhawatiran utama mereka. Di sisi lain, kesadaran akan privasi data dan etika internet masih rendah, dengan 89 persen Gen Z merasa nyaman dengan keadaan perlindungan data saat ini. Fenomena ini menunjukkan bahwa meskipun mereka sangat melek teknologi, risiko penyalahgunaan data dan perundungan daring (cyberbullying) masih menjadi ancaman.


Perilaku Konsumsi dan Gaya Hidup Gen Z

Gen Z dikenal dengan perilaku konsumsi yang dipengaruhi oleh tren digital. Media sosial memainkan peran penting dalam keputusan pembelian mereka. Mereka cenderung mencari informasi terlebih dahulu melalui ulasan di internet atau rekomendasi dari influencer sebelum membeli suatu produk. Fenomena “buy now, pay later” juga menjadi tren populer, memungkinkan Gen Z untuk berbelanja meskipun dengan anggaran terbatas.

Selain perilaku konsumsi yang unik, Gen Z juga dikenal dengan kreativitas budaya dan bahasa mereka. Istilah seperti “ghosting” dan “adulting” telah menjadi bagian dari bahasa sehari-hari, mencerminkan cara mereka menghadapi tantangan hidup dan beradaptasi di dunia yang terus berubah. Meskipun sering dianggap "manja" atau "tidak siap menghadapi dunia nyata", nyatanya banyak dari mereka yang harus bekerja keras untuk mendukung diri mereka sendiri, baik dengan pekerjaan utama maupun pekerjaan sampingan atau "side hustle."

Dalam dunia karier, Gen Z mencari lebih dari sekadar gaji. Berdasarkan Indonesia Gen Z Report 2024 oleh IDN Media, sebanyak 78 persen Gen Z menginginkan peluang untuk mengembangkan karier mereka di tempat kerja. Mereka juga sangat menghargai lingkungan kerja yang mendukung dan budaya perusahaan yang positif. Di sisi lain, side hustle semakin umum di kalangan Gen Z yang lebih tua, dengan 14 persen dari mereka mendapatkan tambahan penghasilan yang signifikan dari pekerjaan sampingan mereka.

Ekonomi kreator juga muncul sebagai peluang besar bagi Gen Z. Mereka memanfaatkan platform digital seperti YouTube, TikTok, dan Instagram untuk menghasilkan pendapatan dari konten kreatif mereka. Tren ini mencerminkan kemampuan Gen Z dalam memanfaatkan teknologi untuk menciptakan peluang ekonomi baru yang tidak dimiliki generasi sebelumnya.


Peluang Masa Depan Gen Z

Generasi Z memiliki potensi bonus demografi yang signifikan untuk Indonesia, sebagai generasi terbesar saat ini. Namun, untuk memaksimalkan potensi ini, diperlukan dukungan dari pemerintah dan masyarakat, termasuk akses pendidikan berkualitas dan peluang kerja yang lebih baik. Meskipun sering distereotipkan sebagai generasi manja yang bergantung pada teknologi, Gen Z menghadapi tantangan sosial dan ekonomi yang besar. Oleh karena itu, penting untuk menciptakan lingkungan yang mendukung perkembangan mereka.

Masa depan Indonesia sangat bergantung pada bagaimana kita memanfaatkan potensi Gen Z melalui pendidikan, dukungan sosial, dan kesempatan ekonomi yang lebih baik. Seperti yang diungkapkan Auguste Comte, perubahan generasi adalah mesin perubahan sosial, dan setiap generasi memiliki tanggung jawab untuk membentuk generasi berikutnya.

Badan Pusat Statistik

Badan Pusat Statistik

Badan Pusat Statistik Kabupaten Gorontalo Jalan Samaun Pulubuhu

Kelurahan Tenilo

Kecamatan Limboto

Kabupaten Gorontalo Telp. 0811-431-7502

E-mail: bps7502@bps.go.id

logo_footer

Hak Cipta © 2023 Badan Pusat Statistik